Daftar Pembahasan
- Good Corporate Governance di Dunia
- Pemicu Timbulnya Good Corporate Governance di Dunia
- Reaksi Dunia Internasional
- Good Corporate Governance di Dunia
- Good Corporate Governance di Asia
- Pedoman Good Corporate Governance di Singapura
- Pedoman Good Corporate Governance di Malaysia
- Pedoman Good Corporate Governance di Thailand
- Pedoman Good Corporate Governance Di Philipina
- Good Corporate Governance di Indonesia
- Pedoman Good Corporate Governance
- Implementasi Good Corporate Governance
- Good Corporate Governance di Lingkungan Perbankan
Gambar Dari Pixabay |
Good Corporate Governance di Dunia
Corporate Governance dapat didefinisikan sebagai suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ perusahaan (Pemegang saham/Pemilik modal, Komisaris/Dewan Pengawas dan Direksi) untuk meningkatkan keberhasilan usaha dann akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya (Sutedi, 2012). Good Corporate Governance menurut Cadbury (Sutedi, 2012) adalah mengarahkan dan pegendalian perusahaan agar tercapai keseimbangan antara kekuatan dan kewenangan perusahaan. Penerapan GCG di Dunia didukung oleh Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD).
Pemicu Timbulnya Good Corporate Governance di Dunia
Pada awal dekade 2000an dunia dikejutkan oleh tumbangnya perusahaan-perusahaan raksasa terkemuka di berbagai negara industri maju termasuk Amerika Serikat, Inggris, Italia, Australia, Singapura, dan Hongkong. Regulator pemerintah tiap negara dan pakar manajemen memberikan kesimpulan bahwa penyebab utama tumbangnya perusahaan-perusahaan besar tersebut adalah karena lemahnya penerapan prinsip – prinsip good corporate governance mereka.
Kelemahan corporate governance tersebut antara lain ditandai oleh berbagai macam hal, diantaranya yaitu :
- Renggangnya hubungan antara para pemegang saham dengan manajemen perusahaan.
- Lemahnya peranan dewan pengurus dalam mengarahkan dan mengendalikan kebijaksanaan dan pengelolaan harta, utang, dan operasi bisnis perusahaan.
- Semakin bebasnya manajemen perusahaan mengelola dan mengambil keputusan penting yang bersangkutan dengan kelangsungan hidup perusahaan.
- Tidak transparan, akurat, dan tepat waktunya penyampaian laporan perkembangan bisnis dan laporan keuangan oleh manajemen perusahaan kepada para pemegang saham dan kreditur.
- Dalam banyak kasus auditor yang mengaudit laporan keuangan perusahaan tidak bekerja di bawah pengawasan langsung dari komite audit.
Kelemahan-kelemahan corporate governance itulah yang memberikan peluang dewan pengurus dan manajemen perusahaan yang memiliki moral dan etika bisnis yang buruk mengelola perusahaan demi kepentingan pribadi atau golongan mereka bukan demi kepentingan perusahaan. Dalam melakukan penyalahgunaan jabatan tersebut tidak sedikit manajemen perusahaan berkolusi dengan institusi profesi papan atas seperti penasehat hukum, perusahaan konsultan, dan perusahaan akuntan publik.
Skandal bisnis perusahaan-perusahaan raksasa dunia tersebut telah melukai kehidupan ekonomi banyak negara. Dampak negatif skandal tersebut antara lain adalah menurunnya kepercayaan investor untuk menanamkan dananya dalam perdagangan surat berharga. Selain itu bank dan lembaga keuangan non-bank lebih selektif dalam menyalurkan kredit mereka. Sejak terjadinya skandal bisnis tersebut diatas para investor surat berharga dan bank-bank kreditur sadar bahwa hak dan kepentingan mereka di perusahaan dimana mereka menanamkan dananya tidak sepenuhnya terlindungi.
Reaksi Dunia Internasional
Kejatuhan perusahaan raksasa multinasional pada awal tahun 2000an menyadarkan masyarakat bisnis dan pemerintah bahwa corporate governance di negara mereka perlu di reformasi. Dua negara yang paling serius menangani imbas skandal perusahaan – perusahaan publik di dunia itu adalah Inggris dan Amerika Serikat. Hal itu disebabkan karena pasar modal di kedua negara itu merupakan motor perkembangan ekonomi mereka.
Reaksi pemerintahan kerajaan Inggris terhadap skandal yang terjadi di perusahaan-perusahaan serta kejatuhan perusahaan publik adalah :
- Pemerintah Inggris mengeluarkan pendapat tentang reformasi persyaratan perusahaan publik. Pendapat tersebut dituangkan dalam sebuah makalah yang berjudul Modernizing Company Law. Selain itu regulator keuangan Inggris The Financial Service Authority (FSA) menerbitkan pedoman tentang penyusunan laporan keuangan perusahaan public, dimana mereka diharuskan untuk mengungkapkan secara transparan semua transaksi bisnis yang dilakukan.
- Pemerintah Inggris membentuk komite-komite corporate governance. Komite tersebut menyusun laporan-laporan yang memuat pendapat dan saran bagaimana cara memperbaharui peraturan tentang corporate governance dan nantinya perusahaan-perusahaan harus mematuhi saran-saran yang diajukan komite tersebut.
Reaksi Amerika Serikat terhadap skandal yang terjadi di perusahaan – perusahaan serta kerjatuhan perusahaan publik adalah:
- Pemerintah Amerika Serikat mengundangkan undang – undang tentang reformasi corporate governance yang disebut Sarbanes Oxley Act yang memuat tentang ketentuan ketentuan baru yang tegas tentang perlindungan hak dan kepentingan pemegang saham dan karyawan perusahaan publik. Selain itu Sarbanes Oxley Act menentukan bahwa anggota dewan pengurus wajib menguasai dasar-dasar ilmu manajemen keuangan.
- Sarbanes Oxley Act mewajibkan perusahaan melakukan pengungkapan laporan keuangan secara transparan serta diwajibkan untuk menggunakan auditor independen dan menerapkan standar auditing yang ditetapkan US Public Accounting Oversight Board (PCAOB).
Reaksi Australia terhadap skandal yang terjadi di perusahaan – perusahaan serta kerjatuhan perusahaan publik adalah :
- Pemerintah Australia menerbitkan pedoman good corporate governance bagi perusahaan-perusahaan publik serta memperbaharui undang-undang tentang perusahaan Australia.
- Pemerintah Australia menyusun program untuk meninjau kembali regulasi audit dan pengungkapan informasi perusahaan yang disebut Corporate Law Economic Reform Program (CLERP). Program tersebut juga mengaktifkan partisipasi pemegang saham dalam meningkatkan akuntabilitas dan transparansi perusahaan-perusahaan public.
Good Corporate Governance di Dunia
Corporate governance sudah bukan merupakan pilihan lagi bagi pelaku bisnis, tetapi sudah merupakan suatu keharusan dan kebutuhan vital serta sudah merupakan tuntutan masyarakat. Setiap tindakan memerlukan pertanggungjawaban yang baik. Penerapan GCG didukung oleh Organisation for Economic Cooperation and Development dengan penerbitan prinsip prinsip GCG yang bertujuan untuk membantu negara-negara baik negara anggota OECD maupun bukan anggota OECD untuk menerapkan GCG di negaranya terutama untuk dapat menyediakan pedoman dan saran-saran bagi bursa saham, investor, perusahaan, dan pihak-pihak lain yang memiliki peranan dalam proses pengembangan GCG.
Mengingat pentingnya penerapan GCG, negara – negara di dunia berusaha unuk menerapkan GCG di dalam perusahaan dan pemerintahannya. Hingga saat ini GCG berkembang pesat dan memiliki beragam cara dalam pelaksanaannya. Berikut adalah beberapa contoh penerapan GCG di berbagai negara di dunia.
GCG di Amerika
Tipikal perusahaan di Amerika Serikat kebanyakan bisnis dikelola atas arahan direksi. Dalam praktiknya, sebagian besar direksi, yaitu direksi yang berasal dari luar perusahaan, tidak dapat secara langsung mengelola bisnis perusahaan. Sebagai akibatnya, maka manajerlah yang mengelola bisnis perusahaan dan peran direksi terbatas hanya untuk memberikan pengawasan dalam urusan perusahaan. Sistem pengelolaan perusahaan di Amerika Serikat menggunakan outsider atau arm’s length yang berarti investor ataupun pemegang saham menyerahkan pengelolaan perusahaan sepenuhnya kepada pengurus perusahaan dan mereka sangat jarang mencampuri dan ikut serta dalam pelaksanaan bisnis.
Pergerakan reformasi corporate governance dimulai dengan adanya SEC. SEC melakukan evaluasi tentang bagaimana perusahaan yang dimiliki public dikelola. SEC mewajibkan perusahaan untuk melakukan investigasi internal dan secara sukarela menyerahkan laporan tersebut kepada SEC. Di samping itu, peranan SEC dalam corporate governance yaitu memberikan saran dan nasihat kepada CEO untuk memonitor kinerja perusahaan, SEC juga menyarankan untuk membentuk suatu komite audit dalam perusahaan public.
Selain SEC, The American Law Institute (ALI) juga mengintroduksikan aturan yang berisi rekomendasi tentang prinsip-prinsip corporate governance.
Reformasi corporate governance pertama kali berawal dari sebuah pidato Arthur Levitt pada tahun 1998. Levitt memaparkan berbagai permasalahan yang ada dalam suatu perusahaan pada saat itu, yang mengakibatkan kinerja dan akuntabilitas perusahaan terhadapt pemegang saham atau stakeholders menjadi buruk.
Reformasi kedua corporate governance kedua terjadi pada tahun 2002 yaitu disahkannya undang-undang yang mengatur keberadaan komite audit dalam perusahaan di Amerika Serikat.
GCG di Inggris
Mulai Mei 1991, upaya perbaikan corporate governance di Inggris dilakukan dengan membentuk Cadbury Committee yang bertugas untuk membuat rekomendasi untuk memperbaiki mekanisme corporate governance bukan hanya untuk bank saja melainkan juga untuk semua perusahaan-perusahaan di Inggris. Rekomendasi ini tertuang dalam Cadbury Report.
Selain Cadbury Committee, Hampell Committee juga merupakan komite yang berperan dalam penegakan corporate governance di Inggris, yang diharapkan memfokuskan rekomendasi pada tiga bidang yaitu pembentukan prinsip keterbukaan pada pembayaran bagi eksekutif, klarifikasi lebih lanjut dalam peranan eksekutif direksi dan non eksekutif direksi, dan metode untuk meningkatkan kepentingan institusional investor di Inggris. Dalam perkembangan berikutnya, Hampel Committee mengharuskan agar komite-komite yang akan dibentuk pada masa mendatang dalam mereview corporate governance haruslah memperhatikan prinsip-prinsip corporate governance yang dibuat oleh American Law Institute (ALI).
GCG di Jerman
Saat ini praktik governance di Jerman masih dianggap menjadi hambatan yang signifikan bagi masuknya investor institusional internasional. Hal ini dikarenakan masih kurangnya disclosure dalam praktik governance di negara tersebut. Di sisi lain, perusahaan-perusahaan besar di Jerman semakin memerlukan kucuran dana investasi dari para investor global. Oleh karena itu pada 29 Mei 2000, German Chancellor membentuk sebuah Government Commission on Corporate Governance Management-Corporate Supervision- Modernization of the stock Corporation Law (First Commision).
First commision ini membuat suatu final report yang berisi tentang rekomendasi perubahan legislasi, selain itu komisi ini juga menyarankan agar dibentuk suatu komisi baru untuk menyusun code of corporate governance bagi perusahaan terbuka. Kemudian pada september 2001 dibentuklah second commision yang kemudian komisi ini mengeluarkan German Corporate Governance code. Rekomendasi German Corporate Governance code yang sudah secara luas dipraktikkan adalah pemberdayaan komisaris yang bekerja secara profesional dan bertanggung jawab kepada para pemegang saham.Corporate Governance Code di Jerman juga mengatur bahwa dalam setiap rapat tahunan, Vorstand wajib memberikan laporan mengenai ketaatan dan keterbukaannya kepada the Handelseregister atau commercial register. Jika perusahaan gagal menaati peraturan tertentu dalam German Corporate Governance Code, maka perusahaan tersebut harus secara khusus menjelaskan beberapa ketentuan yang gagal mereka penuhi.
GCG di Perancis
Manajemen pada perusahaan di Perancis berkuasa secara ekstrim. President directeur- general (PDG) bebas melakukan pengendalian atas perusahaan. Satu orang menentukan strategi perusahaan, menjalankannya dan mengendalikannya, tanpa adanya counter power dari dewan direksi. Dalam pembentukan board system, terdapat aturan hukum yang kompleks yang mempengaruhi struktur dan komposisi board. Perusahaan perancis bisa memilih diantara 2 metode board governance yaitu bisa mengambil suatu unitary boardroom structure (seperti model anglo saxon-one tier board system) atau two tier board system seperti pada perusahaan di Jerman. Dalam praktiknya, kebanyakan perusahaan di Perancis memilih one-tier board sytem dalam sistem pengelolaannya.
Perancis melakukan reformasi corporate governance melalui Code of Best Practices, yang dikeluarkan pada 1995 (Vienot I) dan 1999 (Vienot II), yang diketuai oleh Marc Vienot. Di bawah undang-undang Perancis, perusahaan dapat memilih one-tier board system dengan mengkombinasikan chair & Chief Executive Officier, atau two-tier structure yang memiliki managemen dan supervisory board terpisah dan juga memisahkan antara chairman dan CEO.
Good Corporate Governance di Asia
Good Corporate Governance menjadi penting untuk Asia dalam beberapa tahun terakhir dengan sebagian besar pasar telah memperkenalkan peraturan yang komprehensif. Regulator perusahaan dan investor memiliki peran penting dalam Good Corporate Governance. Meskipun ada perusahaan yang sadar melebihi standar tata kelola juga ada bukti yang jelas bahwa pendekatan terhadap masalah pemerintahan oleh banyak perusahaan di Asia berjumlah lebih sedikit. Hal ini menunjukkan hubungan yang kuat antara praktik Good Corporate Governance yang baik dan keuntungan finansial.
Pedoman Good Corporate Governance di Singapura
Metode Penerapan Pedoman Good Corporate Governance
Metode penerapan Pedoman Good Corporate Governance bersifat comply and explain. Selanjutnya berdasarkan ketentuan pencatatan efek di Bursa efek Singapura, mengharuskan perusahaan tercatat untuk mengungkapkan praktik tata kelola mereka dalam laporan tahunan dengan referensi khusus kepada prinsip-prinsip yang terdapat dalam pedoman. Perusahaan juga didorong untuk melakukan konfirmasi positif tentang pemenuhan prinsip-prinsip tata kelola dan mengungkapkan setiap ketidakpatuhan terhadap prinsip-prinsip tersebut dalam laporan tahunan perusahaan.
Sanksi atas ketidakpatuhan
Penerapan pedoman Good Corporate Governance oleh perusahaan hanya bersifat voluntary. Oleh karena itu, tidak ada sanksi bagi perusahaan yang tidak menerapkannya. Akan tetapi, perusahaan harus menjelaskan dengan rinci alasan untuk tidak menerapkannya.
- Ruang Lingkup Pedoman Good Corporate Governance
- Ruang lingkup tata kelola perusahaan:
- Board Matters
- Remuneration Matters
- Accountability and Audit
- Communication with Shareholders
- Disclosure of Corporate Governance Arrangements
Pedoman Good Corporate Governance di Malaysia
Pedoman Good Corporate Governance (The Malaysian Code on Corporate Governance) ini diterbitkan oleh Bursa Efek Malaysia dan kewajiban untuk melaksanakan pedoman ini diatur dalam peraturan tentang pencatatan efek di bursa efek tersebut. Pedoman ini diterbitkan pada tahun 2007 dan merupakan revisi atas pedoman yang diterbitkan sebelumnya.
Metode Penerapan Pedoman Good Corporate Governance
Bagi perusahaan yang tercatat di bursa efek Malaysia, prinsip prinsip Good Corporate Governance dan praktik-praktik terbaik yang telah diterapkan perusahaan wajib diungkapkan dalam laporan tahunan. Perusahaan juga wajib mengidentifikasi prinsip dan praktik terbaik yang tidak dilaksanakan disertai alasan atas ketidakpatuhan tersebut. Apabila perusahaan mengadopsi praktek tata kelola negara lain, hal ini juga harus diungkapkan.
Sanksi atas Ketidakpatuhan terhadap Pedoman Good Corporate Governance
Penerapan pedoman Good Corporate Governance bersifat comply and explains sehingga tidak terdapat sanksi dalam hal perusahaan tidak menerapkan seluruh aspek dalam pedoman Good Corporate Governance. Namun terdapat kewajiban untuk mengungkapkan pelaksanaan dari pedoman tersebut dalam laporan tahunan. Dengan demikian bagi perusahaan yang tercatat atau akan mencatatkan sahamnya di bursa tidak mengungkapkan dalam laporan tahunannya terkait dengan penerapan tata kelola, Bursa Malaysia dapat mengambil tindakan terhadap perusahaan atau direksi sebagaimana tercantum dalam Persyaratan Listing di Bursa Malaysia.
Ruang lingkup Pedoman Good Corporate Governance
Pedoman Good Corporate Governance terdiri dari tiga bagian yaitu:
Bagian 1:
Memuat prinsip-prinsip Good Corporate Governance yang luas yang berlaku di Malaysia. Tujuan dari prinsip-prinsip ini adalah untuk memungkinkan fleksibilitas perusahaan dalam menerapkan prinsip-prinsip sesuai dengan keadaan masing-masing perusahaan.
Bagian 2:
Menetapkan praktik-praktik terbaik dalam tata kelola perusahaan. Mengidentifikasi seperangkat pedoman atau praktek yang dimaksudkan untuk membantu perusahaan dalam merancang pendekatan mereka terhadap tata kelola perusahaan yang baik bagi perusahaannya.
Bagian 3:
Dorongan atau himbauan bagi pihak-pihak selain tersebut di atas yang bersifat sukarela. Hal ini tidak ditujukan kepada perusahaan yang terdaftar tetapi untuk investor dan auditor untuk meningkatkan peran mereka dalam tata kelola perusahaan. Adapun ruang lingkup dari pedoman Good Corporate Governance tersebut adalah:
- The Board Structure, Duties and Effectiveness
- The Audit Committee and its Challenges
- Assessing the Risk and Control Environment
- Effective Oversight of Financial Reporting
- Internal and External Audit: “Eyes And Ears” of Audit Committee
- Conflict of Interest and Related Party Transactions
- Nominating Committee
- Remuneration Committee
- Shareholder Relation
Pedoman Good Corporate Governance di Thailand
Metode Penerapan Pedoman Good Corporate Governance
Metode penerapan pedoman Good Corporate Governance di Thailand bersifat comply or explain. Oleh karena itu, Stock Exchange of Thailand (SET) mengharapkan perusahaan untuk mengikuti pedoman Good Corporate Governance tersebut. Selain itu, perusahaan dapat mengadaptasi prinsip-prinsip Good Corporate Governance sesuai kebutuhan fungsional tiap perusahaan. Bagi perusahaan yang memilih untuk tidak mematuhi prinsip Good Corporate Governance, diharuskan menjelaskan secara rinci alasan untuk tidak menerapkannya.
Sanksi atas ketidakpatuhan
Penerapan pedoman Good Corporate Governance oleh perusahaan hanya bersifat voluntary. Oleh karena itu, tidak ada sanksi bagi perusahaan yang tidak menerapkannya. Akan tetapi, perusahaan harus menjelaskan dengan rinci alasan untuk tidak menerapkannya.
Ruang Lingkup Pedoman Good Corporate Governance
Prinsip-prinsip dan praktek-praktek terbaik Good Corporate Governance perusahaan tercatat yang direkomendasikan oleh SET (Stock Exchange of Thailand) mencakup 5 kategori yaitu:
- Hak Pemegang Saham (Rights of Shareholders)
- Perlakuan Adil kepada Pemegang Saham (Equitable Treatment of Shareholders)
- Peran Pemangku Kepentingan (Role of Stakeholders)
- Keterbukaan dan Transparansi (Disclosure and Transparency)
- Tanggung Jawab Dewan Direksi (Responsibilities of the Board)
Pedoman Good Corporate Governance Di Philipina
Sesuai dengan kebijakan Negara secara aktif mempromosikan reformasi tata kelola yang bertujuan untuk meningkatkan kepercayaan investor, mengembangkan pasar modal dan membantu mencapai pertumbuhan yang tinggi. Securities Commission melalui Resolusi No 133, Seri 4 April 2002, menyetujui berlakunya dan pelaksanaan Pedoman Good Corporate Governance ini berlaku untuk cabang atau anak perusahaan asing yang beroperasi di Philipina yang terdaftar.
Metode Penerapan Pedoman Good Corporate Governance
Penerapan pedoman Good Corporat Governance di Philipina merupakan suatu kewajiban. Penegakan hukum atas pelaksanaan Pedoman Good Corporate Governance tersebut dilakukan oleh Securities dan Exchange Commission dan dapat dikenakan sanksi. Bursa Efek Philipina mewajibkan perusahaan tercatat untuk melaporkan secara periodic mengenai kepatuhan terhadap manual tata kelola termasuk hal-hal yang belum dapat dipenuhi.
Sanksi atas ketidakpatuhan terhadap Pedoman Good Corporate Governance
Kegagalan untuk mengadopsi tata kelola perusahaan seperti yang ditentukan untuk perusahaan, setelah pemberitahuan waktu dan alasan jatuh tempo dikenakan denda sebera 100.000.000 dalam mata uang Philipina.
Ruang lingkup Pedoman Good Corporate Governance
- The Board Governance
- Supply Information
- Accountability and Audit
- Stockholders Rights and Protection of Minority Stockholders Interests
- Evaluation Systems
- Disclosure and Transparency
- Commitment to Corporate Governance
- Administrative Sanction
Good Corporate Governance di Indonesia
Krisis ekonomi yang menghantam Asia yang terjadi beberapa tahun lalu ternyata berdampak luas teutama dalam merontokkan rezim-rezim politik yang berkuasa di Korea Selatan, Thailand, dan Indonesia. Ketiga Negara yang diawal tahun 1990-an dipandang sebagai “The Asian Tiger”, harus mengakui bahwa pondasi ekonomi mereka rapuh, yang pada akhirnya merambah pada krisis politik.
Sejak krisis tersebut melanda, kita sekarang dapat melihat pertumbuhan kembali Negara-negara yang amat terpukul oleh krisis tersebut. Korea Selatan yang pernah terjangkit kejahatan financial yang melibatkan para eksekutif puncak perusahaan-perusahaan blue-chip, kini telah pulih. Perkembangan yang sama juga terlihat dengan Thailand maupun Negara-negara ASEAN lainnya.
Kajian yang dilakukan oleh Asian Development Bank (ADB) menunjukkan beberapa faktor yang memberi kontribusi pada krisis di Indonesia. Pertama, konsentrasi kepemilikan perusahaan yang tinggi; kedua, tidak efektifnya fungsi pengawasan dewan komisaris, ketiga; inefisiensi dan rendahnya transparansi mengenai prosedur pengendalian merger dan akuisisi perusahaan; keempat, terlalu tingginya ketergantungan pada pendanaan eksternal; dan kelima, ketidak memadainya pengawasan oleh para kreditor.
Tantangan terkini yang dihadapi masih belum dipahaminya secara luas prinsip-prinsip dan praktek good corporate governance oleh komunitas bisnis dan publik pada umumnya (Daniri, 2005). Akhirnya komunitas internasional masih menempatkan Indonesia pada urutan bawah rating implementasi GCG sebagaimana dilakukan oleh Standard & Poor, CLSA, Pricewaterhouse Coopers, Moody`s Morgan, and Calper`s.
Oleh karena itu diterapkannya GCG oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia sangat penting untuk menunjang pertumbuhan dan stabilitas ekonomi yang berkesinambungan. Penerapan GCG juga diharapkan dapat menunjang upaya pemerintah dalam menegakkan good governance pada umumnya di Indonesia. Saat ini Pemerintah sedang berupaya untuk menerapkan good governance dalam birokrasinya dalam rangka menciptakan Pemerintah yang bersih dan berwibawa.
Pedoman Good Corporate Governance
Pada tahun 1999, Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance (KNKCG) yang dibentuk berdasarkan Keputusan Menko (Governance, 2006) Ekuin Nomor: KEP/31/M.EKUIN/08/1999 telah mengeluarkan Pedoman Good Corporate Governance (GCG) yang pertama. Pedoman tersebut telah beberapa kali disempurnakan, terakhir pada tahun 2001. Berdasarkan pemikiran bahwa suatu sektor ekonomi tertentu cenderung memiliki karakteristik yang sama, maka pada awal tahun 2004 dikeluarkan Pedoman GCG Perbankan Indonesia dan pada awal tahun 2006 dikeluarkan Pedoman GCG Perasuransian Indonesia.
Sejak Pedoman GCG dikeluarkan pada tahun 1999 dan selama proses pembahasan pedoman GCG sektor perbankan dan sektor perasuransian, telah terjadi perubahan-perubahan yang mendasar, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Walaupun peringkat penerapan GCG di dalam negeri masih sangat rendah, namun semangat menerapkan GCG di kalangan dunia usaha dirasakan ada peningkatan. Perkembangan lain yang penting dalam kaitan dengan perlunya penyempurnaan Pedoman GCG adalah adanya krisis ekonomi dan moneter pada tahun 1997-1999 yang di Indonesia berkembang menjadi krisis multidimensi yang berkepanjangan. Krisis tersebut antara lain terjadi karena banyak perusahaan yang belum menerapkan GCG secara konsisten, khususnya belum diterapkannya etika bisnis. Oleh karena itu, etika bisnis dan pedoman perilaku menjadi hal penting yang dituangkan dalam bab tersendiri.
Sehubungan dengan pelaksanaan GCG, Pemerintah juga makin menyadari perlunya penerapan good governance di sektor publik, mengingat pelaksanaan GCG oleh dunia usaha tidak mungkin dapat diwujudkan tanpa adanya good public governance dan partisipasi masyarakat. Dengan latar belakang perkembangan tersebut, maka pada bulan November 2004, Pemerintah dengan Keputusan Menko Bidang Perekonomian Nomor: KEP/49/M.EKON/11/2004 telah menyetujui pembentukan Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) yang terdiri dari Sub-Komite Publik dan Sub-Komite Korporasi. Dengan telah dibentuknya KNKG, maka Keputusan Menko Ekuin Nomor: KEP.31/M.EKUIN/06/2000 yang juga mencabut keputusan No. KEP.10/ M.EKUIN/08/1999 tentang pembentukan KNKCG dinyatakan tidak berlaku lagi.
Implementasi Good Corporate Governance
Terdapat tiga arah agenda penerapan GCG di Indonesia (BP BUMN, 1999) yakni, menetapkan kebijakan nasional, menyempurnakan kerangka nasional dan membangun inisiatif sektor swasta. Terkait dengan kerangka regulasi, Bapepam bersama dengan self-regulated organization (SRO) yang didukung oleh Bank Dunia dan ADB telah menghasilkan beberap proyek GCG seperti JSX Pilot project. Seiring dengan proyek-proyek ini, kementerian BUMN juga telah mengembangkan kerangka untuk implementasi GCG.
Dalam kaitan dengan peran dan fungsi tersebut, BAPEPAM dapat memastikan bahwa berbagai peraturan dan ketentuan yang ada, terus menerus disempurnakan, serta berbagai pelanggaran yang terjadi akan mendapatkan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku.Dalam hal regulatory framework, untuk mengkaji peraturan perundang-undangan yang terkait engan korporasi dan program reformasi hukum, pada umumnya terdapat beberapa capaian yang terkait dengan implementasi GCG seperti diberlakukannya undang-undang tentang Bank Indonesia di tahun 1998, undang-undang anti korupsi tahun 1999, dan undang-undang BUMN, serta privatisasi BUMN tahun 2003.
Dalam penerapan GCG di Indonesia, seluruh pemangku kepentingan turut berpartisipasi. Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance yang diawal tahun 2005 di ubah menjadi Komite Nasional Kebijkan Governance telah menerbitkan pedoman GCG pada bulan Maret 2001. Pedoman tersebut kemudian disusul dengan penerbitan Pedoman GCG Perbankan Indonesia, Pedoman untuk komite audit, dan pedoman untuk komisaris independen di tahun 2004. Semua publikasi ini dipandang perlu untuk memberikan acuan dalam mengimplementasikan GCG.
Di samping itu, implementasi GCG akan mendorong tumbuhnya mekanisme check and balance di lingkungan manajemen khususnya dalam member perhatian kepada kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya. Hal ini terkait dengan peran pemegang saham pengendali yang berwenang mengangkat komisaris dan direksi, dan dapat mempengaruhi kebijakan perusahaan. Di samping pelindungan investor, regulasi mewajibkan system yang menjamin transparansi dan akuntabilitas dalam transaksi bisnis antar perusahaan dalam satu grup yang berpotensi menimbulkan benturan kepentingan.
Good Corporate Governance di Lingkungan Perbankan
Dalam undang-undang No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan, secara umum telah diatur ketentuan yang terkait dengan GCG baik yang termasuk governance structure, governance process, maupun governance outcome. Governance structure terdiri atas (LAN dan BPKP,2000): pertama, uji kelayakan dan kepatutan, (fit and proper test), yang mengatur perlunya peningkatan kompetensi dan integritas manajemen perbankan melalui uji kelayakan dan kepatutan terhadap pemilik, pemegang saham pengendali, dewan komisaris, direksi, dan pejabat eksekutif bank dalam aktivitas pengelolaan bank. Kedua, independensi manajemen bank, di mana para anggota dewan komisaris dan direksi tidak boleh memiliki hubungan kekerabatan atau memiliki hubungan financial dengan dewan komisaris dan direksi atau menjadi pemegang saham pengendali di perusahaan lain. Ketiga, ketentuan bagi direktur kepatutan dan peningkatan fungsi audit bank publik. Dalam standar penerapan fungsi internal audit bank publik, bank diwajibkan untuk menunjuk direktur kepatuhan yang bertanggung jawab atas kepatuhan bank terhadap regulasi yang ada.
Strategi dan rencana Bank Indonesia mewajibkan bank untuk memikili rencana dan anggaran jangka panjang dan menengah dalam bentuk keputusan dewan direksi bank Indonesia tahun 1995, yang dimaksudkan bagi bank untuk memiliki strategi korporasi dan yang tertuang dengan jelas, termasuk nilai-nilai yang harus dikomunikasikan kepada seluruh tingkatan di dalam organisasi dan resiko-resiko pengendalian.
Mengenai governance outcome, Bank Indonesia juga telah mengeluarkan beberapa peraturan, antara lain transparansi mengenai kondisi keuangan bank dan peningkatan peran auditor eksternal. Bank diwajibkan untuk mengungkapkan non performingloan (NPL), pemegang saham pengendali dan afiliasinya, praktik manajemen resiko dalam pelaporan keuangan.
Kesimpulan
Pada awal dekade 2000an dunia dikejutkan oleh tumbangnya perusahaan-perusahaan raksasa terkemuka di berbagai negara industri maju termasuk Amerika Serikat, Inggris, Itali, Australia, Singapura, dan Hongkong. Regulator pemerintah tiap negara dan pakar manajemen memberikan kesimpulan bahwa penyebab utama tumbangnya perusahaan perusahaan besar tersebut adalah karena lemahnya penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance mereka.
Kejadian tersebut menyadarkan masyarakat bisnis dan pemerintah bahwa Corporate Governance di negara mereka perlu di reformasi. Dua negara yang paling serius menangani imbas skandal perusahaan-perusahaan publik di dunia itu adalah Inggris dan Amerika Serikat. Hal itu disebabkan karena pasar modal di kedua negara itu merupakan motor perkembangan ekonomi mereka.
Corporate governance sudah bukan merupakan pilihan lagi bagi pelaku bisnis, tetapi sudah merupakan suatu keharusan dan kebutuhan vital serta sudah merupakan tuntutan masyarakat. Setiap tindakan memerlukan pertanggungjawaban yang baik. Penerapan GCG didukung oleh Organisation for Economic Cooperation and Development dengan penerbitan prinsip prinsip GCG yang bertujuan untuk membantu negara-negara baik negara anggota OECD maupun bukan anggota OECD untuk menerapkan GCG di negaranya terutama untuk dapat menyediakan pedoman dan saran-saran bagi bursa saham, investor, perusahaan, dan pihak-pihak lain yang memiliki peranan dalam proses pengembangan GCG.
Usaha-usaha untuk meperbaiki corporate governance di Indonesia juga telah dimulai. Komite Nasional mengenai Kebijakan Corporate Governance (KNKCG) memprakarsai dan memantau perbaikan di bidang corporate governance di Indonesia. Komite tersebut telah mengindikasikan sepuluh bidang kunci yang memerlukan pembaruan-pembaruan, dan telah menyusun suatu Pedoman Good Corporate Governance yang dapat digunakan oleh perusahaan dalam melaksanakan corporate governance..
***
Sumber Referensi
Widiantini dkk (2016, Oktober 02). Docplayer.info. Dikutip Juni 29, 2020, dari GCG di Dunia, Asia dan Indonesia : https://docplayer.info/72057565-Good-corporate-governance-good-corporate-governance-di-dunia-asia-dan-indonesia.html
Bugihlamo (2018, April 04). Efrizalzaida.worpress.com. Dikutip Juni 29, 2020, dari GCG dunia, asia tenggara dan Indonesia :
https://efrizalzaida.wordpress.com/2018/04/04/gcg-dunia-asia-tenggara-dan-indonesia/
Dekrian (2018, Maret 07). id.scribd.com. Dikutip Juni 29, 2020, dari Good Corporate Governance Di dunia:
https://id.scribd.com/document/373211832/Good-Corporate-Governance0Di-Dunia
Comments