Asumsi Yang Mendasari Pengauditan
Pengauditan didasarkan pada asumsi bahwa data laporan keuangan bisa diverifikasi. Data dikatakan bisa diverifikasi apabila dua orang atau lebih yang memiliki kualifikasi tertentu, masing – masing melakukan pemeriksaan secara independen atas data tertentu ,dan dari hasil pemeriksaan tersebut diperoleh kesimpulan yang sama tentang data yang diperiksanya. Masalah bisa tidaknya data diverifikasi terutama berkaitan dengan ketersediaan bukti yang memiliki keabsahan sesuai dengan audit yang dilakukan.
Auditor hanya membutuhkan dasar yang memadai untuk menyatakan suatu pendapat tentang kewajaran laporan keuangan. Dalam melakukan pemeriksaan, auditor mengumpulkan bukti untuk menentukan validitas dan ketepatan perlakuan akuntansi atas transaksi – transaksi dan saldo – saldo. Dalam konteks ini, validitas berarti otentik, benar, baik, atau berdasar, dan ketepatan berarti sesuai dengan kerangka pelaporan keuangan yang berlaku dan kebiasaan.
Kondisi – Kondisi yang menyebabkan timbulnya kebutuhan akan pengauditan
Masyarakat yang semakin kompleks menyebabkan pengguna laporan keuangan (pengambil keputusan ekonomi) dihadapkan pada informasi yang semakin tidak bisa dipercaya. Dalam konteks audit atas laporan keuangan, para pengambil keputusan dihadapkan pada informasi keuangan yang disajikan oleh manajemen dalam bentuk laporan keuangan. Agar dapat digunakan untuk berbagai kepentingan yang berbeda (yang sebagian diantaranya merupakan pihak di luar manajemen), maka laporan keuangan harus disusun berdasarkan Kerangkan Pelaporan Keuangan Yang Berlaku. Sehingga para pengguna laporan keuangan kadang –kadang meragukan kewajaran informasi yang tertuang dalam laporan keuangan yang disusun manajemen karena berbagai alasan berikut :
Informasi dibuat oleh pihak lain
Dalam dunia modern, pengambil keputusan hampir tidak mungkin memperoleh pengetahuan tangan pertama tentang organisasi yang menjadi bisnis mereka. Oleh karena itu mereka “terpaksa” harus mengandalkan diri pada informasi yang dibuat oleh orang lain. Apabila informasi berasal dari pihak lain, maka kemungkinan (disengaja atau tidak disengaja) adanya informasi yang tidak benar menjadi bertambah besar. Risiko salah informasi semakin meningkat ketika lokasi obyek yang dilaporkan berjauhan dengan penerima informasi. Di era globalisasi, pembuat informasi semakin berjauhan letaknya dari pemakai informasi.
Bias dan Motivasi Pembuat Informasi
Apabila informasi disusun oleh pihak atau orang lain yang tujuannya tidak selaras dengan tujuan pengambil keputusan, maka informasi bisa menjadi bias demi keuntungan si pembuat informasi. Sebagai contoh, dalam pengambil keputusan pemberian kredit, pihak pemohon kredit menyampaikan laporan keuangannya kepada pemberi kredit. Oleh karena informasi dalam laporan keuangan disusun oleh pemohon kredit, maka sangat mungkin terjadi laporan tersebut akan bias demi keuntungan si pemohon kredit, sehingga kredit bisa dikabulkan. Kesalahan penyajian dalam laporan bisa berupa kesalahan jumlah rupiah atau bisa juga berupa ketidaklengkapan informasi atau tidak diungkapkannya informasi tertentu.
Volume Data
Apabila organisasi menjadi semakin besar, maka data transaksi biasanya juga semakin bertambah banyak. Bertambahnya jumlah transaksi ini bisa menyebabkan terjadinya kesalahan dalam pencatatan. Sebagai contoh, apabila sebuah perusahaan besar menarik selembar check yang jumlah rupiahnya ditulis lebih besar beberapa ribu rupiah dari jumlah yang seharusnya, kesalahan seperti ini sering tidak nampak kecuali bila perusahaan tersebut memiliki prosedur control yang sangat ketat. Kesalahan jumlah rupiah yang kelihatannya kecil ini apabila terjadi pada banyak transaksi akan menjadi jumlah yang besar.
Kerumitan Transaksi
Dalam beberapa puluh tahun terakhir ini, transaksi pertukaran antar organisasi semakin bertambah kompleks dan akibatnya semakin sulit untuk mencatatnya secara tepat. Sebagai contoh, pada tahun – tahun terakhir ini transaksi leasing (sewa guna) yang pencatatannya cukup rumit semakin sering terjadi, begitu pula penggabungan dan pengungkapan hasil operasi dari anak perusahaan pada berbagai industry.
Cara Mengurangi Risiko Informasi
Adapun tiga pilihan yang mungkin dilakukan untuk mengurangi risiko informasi, yaitu :
Pemakai laporan melakukan sendiri verifikasi atas informasi
Pemakai laporan datang ke perusahaan untuk melakukan pemeriksaan atas catatan dan mencari informasi tentang keandalan laporan. Cara demikian biasanya tidak praktis untuk dikerjakan karena mahal biayanya.
Pemakai membebankan risiko informasi pada manajemen
Pada hakekatnya manajemen harus bertanggung jawab untuk menyajikan informasi yang dapat dipercaya bagi para pemakai informasi tersebut. Apabila pemakai laporan mengandalkan keputusannya pada informasi dalam laporan dan sebagai akibat keputusan tersebut ia menderita kerugian, maka pemakai laporan keuangan dapat menuntut ganti rugi kepada manajemen.
Disediakan laporan keuangan yang telah diaudit
Cara yang umum ditempuh untuk mendapatkan infomasi yang dapat diandalkan adalah dengan mengharuskan dilakukan audit secara independen. Informasi yang telah diaudit kemudian digunakan dalam proses pengambilan keputusan dengan asumsi bahwa informasi tersebut lengkap, akurat, dan tidak bias.
Jika terdapat lebih dari satu pengambil keputusan yang akan memakai informasi, biasanya akan lebih murah apabila menugasi seseorang melakukan audit untuk kepentingan seluruh pemakai informasi, bukannya meminta tiap pemakai laporan keuangan untuk melakukan verifikasi secara sendiri –sendiri. Oleh karena laporan keuangan pada kebanyakan perusahaan mempunyai banyak pemakai, maka kebutuhan akan pengauditan laporan keuangan menjadi semakin besar.
Referensi : auditing alharyono Jusuf
Gambar: pixabay
Comments