Sumber: pixabay.com
Pembangunan adalah kegiatan yang berkesinambungan dengan tujuan utama adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Untuk mewujudkan tujuan tersebut perlu memperhatikan masalah pembiayaan pembangunan. Pembangunan dapat dilaksanakan dengan lancar apabila ada sumber dana yang mendukung. Menurut APBN sumber pendapatan terbanyak didapat dari sektor perpajakan meskipun masih banyak sektor lain seperti minyak dan gas bumi, serta bantuan luar negeri. Hal ini bisa dibuktikan saat negara kita dilanda krisis berkepanjangan sampai saat inipun masih diragukan apakah negara kita bisa menumbuhkan keadaan perekonomian, sektor pajak masih tetap memiliki nilai besar bahkan mengalami kenaikan serta menembus sampai pada prosentase terbesar dari sektor non migas sementara sektor non migas cenderung mengalami penurunan dan juga bantuan luar negeri yang bunganya bisa membesar seiring fluktuasi mata uang dolar terhadap rupiah. Diharapkan pemasukan dari pajak terus dinaikkan salah satunya dengan mengadakan kebijakan–kebijakan baru seperti ekstensifikasi dan intensifikasi. Ekstensifikasi perpajakan dilaksanakan dengan cara meningkatkan jumlah pajak dan obyek pajak baru sedangkan intensifikasi perpajakan dilaksanakan dengan berorientasi pada peningkatan kepatuhan dan kesadaran wajib pajak, suatu misal dengan cara pengadaan penyuluhan langsung pada masyarakat. Dengan banyaknya perusahaan baru yang muncul ataupun yang sudah lama serta instansi–instansi pemerintah diharapkan pemasukan dari pajak penghasilan yang digunakan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional nantinya.
Pajak merupakan iuran wajib yang diberlakukan pada setiap wajibpajakatas obyek pajak yang dimilikinya dan hasilnya diserahkan kepada pemerintah.Oleh karena itu setelah mengetahui pentingnya pernanan pajak bagi pembangunan dan kemakmuran rakyat maka kita sebagai wajib pajak harus mengerti bagaimana proses proses untuk membayarnya mulai dengan penghitungan, penyetoran dan pelaporan.
PENGHITUNGAN PAJAK
A. Tujuan Penghitungan Pajak
Penghitungan pajak dimaksudkan untuk mengetahui besaran pajak kita tiap tahun. Untuk pegawai yang tidak mempunyai gaji tambahan dapat menyerahkan perhitungan ini ke bagian payroll officer dan tinggal menunggu formulir bukti potong PPh yang sudah dipotong oleh perusahaan setiap bulannya (Form 1721 A1). Seseorang harus menghitung ulang pajak penghasilannya bilamana mempunyai penghasilan di luar gaji atau penghasilan dari istri yang bekerja sendiri/wiraswasta, dengan cara penghitungan di atas, dikurangi dengan penghasilan yang sudah dipungut perusahaan atau pihak lain.
B. Proses Penghitungan Pajak
Kami akan memberikan contoh proses penghitungan pajak terhutang atas tambahan kekayaan. Dalam hal ini, penambah kekayaan kita adalah penghasilan, seperti gaji, hasil usaha, baik usaha utama atau usaha sampingan, laba atas penjualan barang, komisi, pemberian jasa seperti jasa perbaikan, jasa perantara, dll. Tetapi ada beberapa jenis penghasilan yang tidak terhutang pajak seperti pembayaran dari asuransi kesehatan/ jiwa/ beasiswa, penerimaan dalam bentuk natura seperti makan minum, tamasya, dll. Selain itu ada juga penghasilan yang tidak dihitung lagi pajaknya karena merupakan penghasilan yang sudah dipungut pajak final seperti bunga dan jual/beli saham yang ada di bursa.
Kemudian tambahan kekayaan tersebut, dikurangi dengan biaya jabatan (maksimal 6 jt/thn atau 5% dari jumlah penghasilan) atau dikurangi dengan biaya pensiun (maksimal Rp. 2,4 jt/thn atau 5% dari jumlah pensiun), dan dikurangi juga dengan iuran pensiun (bila ada, bagi pegawai).
Penghasilan yang sudah dikurangi biaya jabatan/biaya pensiun dikurangi lagi dengan penghasilan tidak kena pajak (PTKP). Jumlah PTKP ini bervariasi, perinciannya sebagai berikut :
TK = perorangan sebesar Rp. 54.000.000
K/0/1/2/3 = kawin ditambah dengan banyaknya tanggungan , misal 0 sampai dengan 3 anak. PTKP status kawin sebesar Rp. 4.500.000, PTKP tiap tanggungan = Rp. 4.500.000
K/I/0/1/2/3 = kawin dan penghasilan isteri yang bekerja bukan sebagai pegawai, atau bekerja pada bukan pemotong PPh atau bekerja lebih dari 1 kantor, dan penghasilan istri ini digabung ke penghasilan suami, maka mendapat tambahan PTKP sebesar Rp. 54.000.000
PH/0/1/2/3 = Wajib Pajak kawin yang pisah harta , PTKP = Rp. 54.000.000 di tambah banyaknya tanggungan x Rp. 4.500.000
HB/0/1/2/3 = Wajib Pajak kawin yang telah hidup berpisah, PTKP = Rp. 54.000.000 di tambah banyaknya tanggungan x Rp. 4.500.000
Sedangkan untuk menghitung berapa pajak penghasilan yang terhutang, maka penghasilan yang sudah dikurangi biaya jabatan/pensiun dan PTKP, dihitung dengan tarif sesuai besaran lapisan penghasilan sebagai berikut :
Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Tarif Pajak
- Sampai dengan Rp50.000.000,00
- 5%
- Di atas Rp50.000.000,00 s.d. Rp250.000.000,00
- 15%
- Di atas Rp250.000.000,00 s.d. Rp500.000.000,00
- 25%
- Di atas Rp500.000.000,00
- 30%
Pajak yang masih harus dibayar di akhir tahun pajak adalah pajak yang terhutang dikurangi kredit pajak, yaitu pajak yang sudah dipotong pihak lain misalnya perusahaan tempat kita bekerja (PPh pasal 21 atas gaji - Form 1721 A1) atau perusahaan yang kita berikan jasa (bukti potong PPh pasal 21)
C. Contoh Penghitungan Pajak
Penghasilan Amin (gaji, bonus, dll.) Tahun Pajak 2018 sebesar Rp120.000.000,00. Amin sudah menikah dan mempunyai tiga orang anak, sedangkan istrinya tidak mempunyai penghasilan sendiri. Penghitungan pajak Amin sbb. :
Penghasilan 1 tahun Rp 120.000.000
Biaya jabatan 5% (Rp 6.000.000)
Penghasilan Tidak Kena Pajak (K/3) Perorangan (Rp 54.000.000)
Kawin (Rp 4.500.000)
Tiga orang anak = 3 x Rp 4.500.000 (Rp 13.500.000)
Penghasilan Kena Pajak Rp 42.000.000
Pajak Penghasilan yang terutang :
5% x Rp 45.180.000 Rp 2.100.000
PPh/bulan (2.100.000/12) Rp 175.000
PENYETORAN PAJAK
Penyetoran pajak wajib dilakukan oleh para wajib pajak dalam mematuhi peraturan yang telah ditetapkan pemerintah. Dalam menyetor pajak dibutuhkan surat setoran pajak. Surat Setoran Pajak (SSP), yaitu adalah surat yang digunakan Wajib Pajak untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke kas negara melalui Kantor Penerima Pembayaran.
Jenis-jenis surat setoran pajak
- SSP standar
SSP Standar adalah surat yang digunakan Wajib Pajak untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke kas negara dan digunakan sebagai bukti pembayaran dengan bentuk, ukuran dan isi yang disesuaikan dengan ketentuan Direktur Jenderal Pajak.
- SSP khusus SSP
Khusus adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak terutang ke Kantor Penerima Pembayaran yang dicetak oleh Kantor Penerima Pembayaran dengan menggunakan mesin transaksi dan atau alat lainnya yang isinya sesuai dengan yang ditetapkan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-01/Pj./2006, dan mempunyai fungsi yang sama dengan SSP Standar dalam administrasi perpajakan
- SSPCP (Surat Setoran Pabean, Cukai dan Pajak Dalam Rangka Impor)
Surat Setoran Pabean,Cukai,dan Pajak dalam rangka impor (SSPCP) adalah surat setoran atas penerimaan Negara dalam impor berupa bea masuk,bea masuk berasal dari SPM Hibah, denda administrasi, penerimaan pabean lainnya, cukai, penerimaan cukai lainnya, jasa pekerjaan,bunga, dan PPh pasal 22 impor, PPN Impor,serta PPnBM Impor.
SSCP (Surat Setoran Cukai atas Barang Kena Cukai dan PPN Hasil Tembakau Buatan Dalam Negeri)
Surat Setoran Cukai atas Barang Kena Cukai dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Hasil Tembakau Buatan Dalam Negeri (SSCP) adalah surat setoran atas penerimaan Negara atas Barang Kena Cukai Buatan Dalam Negeri berupa cukai hasil tembakau, cukai etil alcohol, cukai minuman mengandung etil alcohol, denda administrasi penerimaan cukai lainnya, jasa pekerjaan, dan PPN hasil Tembakau Buatan Dalam Negeri.
Hal-hal yang harus diisi dengan lengkap dan benar dalam pembayaran pajak
- Nomor Pokok Wajib Pajak;
- Nama dan Alamat Wajib Pajak;
- Kode MAP (Mata Anggaran Penerimaan) dan KJS (Kode Jenis Setoran) yang menunjukkan jenis pajak;
- Masa dan Tahun Pajak;
- Nomor STP/skp (khusus untuk pembayaran STP/skp);
- Jumlah pembayaran. kecuali untuk SSP Khusus
Sumber: pixabay.com
Tempat Pembayaran
Tempat pembayaran dan penyetoran pajak adalah Kantor Pos dan Giro serta Bankbank yang ditunjuk oleh Direktorat Jenderal Anggaran.
Direktorat Jenderal Pajak tidak dibenarkan menerima setoran pajak dari Wajib Pajak.
Untuk pembayaran fiskal Luar Negeri selain ditempat-tempat tersebut diatas dapat dilakukan pada loket-loket pembayaran yang telah disediakan di Pelabuhan keberangkatan.
Jatuh Tempo Pembayaran Tiap Jenis Pajak
No.
Jenis Pajak
Jatuh Tempo Pembayaran
1
PPh Pasal 4 (2)
tanggal 10 bulan takwim berikutnya
2
PPh Final Pasal 15
tanggal 15 bulan takwim berikutnya
3
PPh Pasal 19 (2)
15 hari kerja setelah tanggal keputusan DJP tentang Persetujuan Penilaian Kembali Aktiva Tetap Perusahaan Untuk Tujuan Perpajakan
4
PPh Pasal 21
tanggal 10 bulan takwim berikutnya
5
PPh Pasal 22 Impor, PPN Impor dan PPnBM Impor yang dibayar sendiri
pada saat penyelesaian dokumen impor
6
PPh Pasal 22 Impor, PPN Impor dan PPnBM Impor yang dipungut oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
1 (satu) hari setelah pemungutan (oleh Bendaharawan DJBC)
7
PPh Pasal 22 yang pemungutannya dilakukan oleh Bendaharawan
pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang yang dibiayai dari APBN/APBD
8
PPh Pasal 22 dari penyerahan Pertamina atas bahan bakar minyak dan gas
sebelum Surat Perintah Pengeluaran Barang (Delivery Order) ditebus
9
PPh Pasal 22 yang pemungutannya dilakukan oleh Badan Pemungut lainnya (antara lain: tembakau, semen, otomotif, BULOG)
tanggal 10 bulan takwim berikutnya
10
PPh Pasal 23/26
tanggal 10 bulan takwim berikutnya
11
PPh Pasal 25 (setoran bulanan)
tanggal 15 bulan takwim berikutnya
12
PPh Pasal 29 (setoran akhir)
tanggal 25 bulan ketiga setelah berakhirnya tahun pajak
13
PPN dan PPnBM yang terutang dalam satu masa pajak
tanggal 15 bulan berikutnya
14
PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh Bendaharawan Pemerintah atau instansi Pemerintah yang ditunjuk
tanggal 7 bulan takwim berikutnya
15
PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh Pemungut PPN/PPnBM selain Bendaharawan Pemerintah
tanggal 15 bulan takwim berikutnya
16
STP, SKPKB, SKPKBT
1 bulan sejak tanggal penerbitan STP, SKPKB, SKPKBT
Apabila tanggal jatuh tempo bertepatan dengan hari libur nasional termasuk hari-hari cuti bersama yang ditetapkan pemerintah maka jatuh tempo pembayaran adalah hari kerja berikutnya setelah hari libur, kecuali untuk pelaporan PPh Pasal 29
PELAPORAN PAJAK
Pelaporan pajak wajib dilakukan oleh wajib pajak untuk memenuhi dan mentaati peraturan perundang – undangan yang sudah ditentukan. Praktik pelaporan pajak di Indonesia ini menggunakan system self assessment yang berarti wajib pajak di beri kepercayaan untuk menghitung, menyetor dan melaporkan pajaknya sendiri. Dalam pelaporan pajak ini dibutuhkan Surat Pemberitahuan (SPT).
Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Surat Pemberitahuan Tahunan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak, objek pajak dan atau bukan objek pajak dan atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Dasar Hukum SPT
- Undang-Undang Nomor 28 TAHUN 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas UndangUndang Nomor 6 TAHUN 1983.
- SE Dirjen Pajak No. SE - 04/PJ.33/1998 tanggal 30 April 1998 tentang Perpanjangan Jangka Waktu Penyampaian SPT Tahunnan Pajak Penghasilan.
- Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP - 518/PJ./2000 tanggal 4 Desember 2000 tentang Penyampaian Surat Pemberitahuan Selain Melalui Kantor Pos.
- Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP - 517/PJ./2000 tanggal 4 Desember 2000 tentang Tempat Pengambilan Surat Pemberitahuan.
- Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE - 01/PJ.9/2000 tanggal 24 April 2000 tentang pelaksanaan pelaporan menggunakan Media Elektronik.
- Keputusan Menteri Keuangan Indonesia Nomor 533/KMK.04/2000 tanggal 22 Desember 2000 tentang penyelenggaraan Pembukuan Dalam Bahasa Asing Dan Mata uang selain Rupiah Serta Penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan.
- Keputusan Menteri Keuangan Indonesia Nomor 534/KMK.04/2000 tanggal 22 Desember 2000 tentang Bentuk dan Isi Surat Pemberitahuan Serta Keterangan dan atau Dokumen yang harus dilampirkan.
- Keputusan Menteri Keuangan Indonesia Nomor 535/KMK.04/2000 tanggal 22 Desember 2000 tentang Wajib Pajak tertentu Yang Dikecualikan dari Kewajiban Menyampaikan Surat Pemberitahuan.
- Keputusan Menteri Keuangan Indonesia Nomor 536/KMK.04/2000 tanggal 22 Desember 2000 tentang Tata Cara Penerimaan Dan Pengolahan Surat Pemberitahuan.
- Keputusan Menteri Keuangan Indonesia Nomor 537/KMK.04/2000 tanggal 22 Desember 2000 tentang Wajib Pajak Tertentu Yang Dikecualikan dari Pengenaan Sanksi
- Administrasi Berupa Denda Karena Tidak Menyampaikan SPT Dalam Jangka Waktu Yang Ditentukan.
- Keputusan Menteri Keuangan Nomor 82/KMK.03/2003 tanggal 28 Februari 2003 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 536/KMK.04/2000 tentang Tata Cara Penerimaan dan Pengolahan Surat Pemberitahuan.
- Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP - 49/PJ/2003 tentang Tata Cara Penerimaan dan Pengolahan Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan.
Terdapat dua macam SPT yaitu:
Jenis-Jenis Surat Pemberitahuan (SPT)
Surat Pemberitahuan Masa (SPT Masa) yaitu Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak.
Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT Tahunan) yaitu Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau bagian Tahun Pajak.
Fungsi SPT (Pasal 3 Undang-Undang Nomor 28 TAHUN 2007)
- Bagi Wajib Pajak PPh, SPT berfungsi untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang :
- Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan/atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 (satu) tahun pajak atau bagian tahun Pajak;
- Penghasilan yang merupakan objek pajak dan/atau bukan objek pajak;
- Harta dan kewajiban;
- Penyetoran dari pemotong atau pemungut pajak orang pribadi atau badan lain dalam 1 (satu) masa pajak.
- Mempertanggung jawabkan perhitungan jumlah PPN dan PPnBM yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang :
- Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran;
- Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak dan atau melalui pihak lain dalam satu masa pajak.
- Bagi pemotong atau pemungut pajak, sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkannya.
Sumber: pixabay.com
Pengambilan dan Penyampaian SPT
Pengambilan SPT (KEP - 517/PJ./2000)
- Kantor Pelayanan Pajak;
- Kantor Penyuluhan Pajak;
- Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan;
- Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak;
- Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak; atau
- Melalui sistem komputer dengan alamat situs internet atau Homepage Direktorat Jenderal Pajak, yaitu: http://www.pajak.go.id atau mencetak / menggandakan / fotokopi sendiri dengan bentuk dan isi yang sama dengan aslinya. Surat pemberitahuan yang didapatkan melalui sistem komputer dan penggandaan memiliki kekuatan hukum yang sama dengan Surat Pemberitahuan yang diambil dari tempat-tempat yang ditetapkan.
Penyampaian SPT
SPT di sampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar. Penyampaian SPT bisa langsung atau melalui Kantor Pos dengan Pos tercatat. Tanda bukti dari kantor pos dianggap sebagai tanda bukti dan tanggal penerimaan SPT, sepanjang SPT tersebut telah lengkap.
Penyampaian SPT selain melalui Kantor Pos dapat dilakukan dengan melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak. Perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir harus memenuhi syarat sebagai berikut:
Berbentuk badan
- Memiliki izin usaha jasa ekspedisi atau jasa kurir
- Mempunyai NPWP dan telah dikukuhkan sebagai PKP
- Bersedia menandatangani perjanjian dengan Direktorat Jenderal Pajak.
SPT yang diterima dikelompokkan ke dalam tiga kelompok, yaitu :
- SPT Lengkap (diterima);
- SPT Tidak Lengkap (diterima);
- SPT Tidak Lengkap (ditolak).
Perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir yang memenuhi syarat diatas dapat mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak agar ditunjuk sebagai perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir yang dapat menerima SPT untuk disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak.
Tanda bukti dan tanggal penerimaan untuk penyampaian SPT melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir yang telah ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, dianggap sebagai tanda bukti dan tanggal penerimaan SPT, sepanjang SPT tersebut telah lengkap.
Apabila SPT Tidak lengkap, Kepala KPP mengirimkan pemberitahuan kepada Wajib Pajak untuk melengkapi, sedangkan tanda bukti dan tanggal penerimaan kelengkapan SPT dianggap sebagai tanda bukti dan tanggal penerimaan SPT. Surat Pemberitahuan dianggap tidak disampaikan jika :
Surat Pemberitahuan tidak ditandatangani
- Surat Pemberitahuan tidak sepenuhnya dilampiri dengan keterangan dan dokumen-dokumen yang diperlukan.
- Surat Pemberitahuan yang menyatakan lebih bayar disampaikan setelah 3 (tiga) tahun sesudah berakhirnya Masa pajak, bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, dan Wajib Pajak telah ditegur secara tertulis
- Surat Pemberitahuan disampaikan setelah Direktur Jenderal Pajak melakukan pemeriksaan atau menerbitkan surat ketetapan pajak.
- Wajib Pajak Tertentu yang dikecualikan dari menyampaikan SPT ( 535/KMK.04/2000 )
- Wajib Pajak Orang Pribadi yang penghasilan netonya tidak melebihi jumlah Penghasilan Tidak Kena Pajak, tidak wajib menyampaikan SPT Tahunan PPh maupun SPT Masa PPh Pasal 25.
- Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak menjalankan usaha atau melakukan pekerjaan bebas, tidak wajib menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25. 3. Joint Operation tidak memiliki kewajiban untuk menyampaikan SPT Tahunan dan SPT Masa PPh Pasal 25 (S - 60/PJ.422/1994). 4. Representative office tidak wajib menyampaikan SPT Tahunan PPh maupun SPT Masal PPh Pasal 25 karena ia tidak termasuk sebagai subjek pajak.
Pengisian SPT
Setiap Wajib Pajak wajib mengisi SPT dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan.
Wajib Pajak yang telah mendapat izin Menteri Keuangan untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah, wajib menyampaikan SPT dalam bahasa Indonesia dan mata uang selain Rupiah yang diizinkan
Sanksi yang akan dikenakan berkenaan dengan SPT
Denda Administrasi ( Pasal 7 Undang-Undang Nomor 28 TAHUN 2007 ), dalam hal :
- SPT Tahunan badan tidak disampaikan pada waktunya, sanksi Rp. 1.000.000 per SPT
- SPT Tahunan orang pribadi tidak disampaikan pada waktunya, sanksi Rp. 500.000 per SPT
- SPT Masa PPN tidak disampaikan pada waktunya, sanksi Rp. 500.000 per SPT.
- SPT Masa Lainnya tidak disampaikan pada waktunya, sanksi Rp. 100.000 per SPT.
- Bunga ( Pasal 8 dan Pasal Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 ), dalam hal :
- Pajak yang terhutang pada SPT Tahunan lebih besar dari pada penghitungan pajak sementara saat perpankangan penyampaian SPT Tahunan. atas selisihnya dikenakan sanksi berupa bunga sebesar 2% sebulan.
- Dilakukan pembetulan SPT, dimana pembetulan tersebut mengakibatkan terjadinya kurang bayar. atas kekurangan bayar pembetulan SPT tersebut dikenakan bunga 2% sebulan.
Sumber: pixabay.com
Baca juga: akuntansi, bisnis, ekonomi, pajak, manajemen
Kenaikan ( Pasal 13 ayat 3 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 ), yaitu dalam hal SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan dalam surat teguran sanksinya berupa kenaikan sebesar 50% (untuk PPh Badan/Orang Pribadi), 100% (untuk PPh Pemotongan/Pemungutan), 100% (untuk PPN) dari jumlah pajak yang kurang/tidak dibayar.
Sanksi Pidana :
- Karena kealpaan, SPT Tahunan tidak disampaikan atau disampaikan tapi isinya tidak benar, dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 1 tahun dan atau denda setinggi-tingginya sebesar 2 kali jumlah pajak yang terhutang. ( Pasal 38 Undang-Undang Nomor 28 TAHUN 2007 ).
- Karena sengaja, SPT Tahunan tidak disampaikan atau disampaikan tapi isinya tidak benar dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 tahun dan atau denda setinggi-tingginya sebesar 4 kali jumlah pajak yang terhutang. ( Pasal 39 Undang-Undang Nomor 28 TAHUN 2007 )
Demikian penjelasan mengenai penghitungan, pembayaran dan pelaporan pajak, semoga dapat bermanfaar dan menambah wawasan kalian mengenai ekonomi dan bisnis. penulis memohon maaf jika terdapat kesalahan, kekurangan dan kesamaan dalam penulisan serta terimakasih sudah membaca artikel ini. salam sukses...
REFERENSI
Hukum pajak Erly Shandy edisi 5
http://www.klinik-pajak.com
http://dudiwahyudi.com
http://www.pajakonline.com
http://id.wikipedia.org/wiki/SPT
Comments